Kamu pernah punya pengalaman tidak mengenakan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) nggak?
Saya pernah, kejadian pertama saat itu saya masih duduk di kelas 2 SD, masih teringat jelas hari itu sepulang dari mengaji, saya mendapati depan rumah saya sudah ramai. Karna penasaran, saya langsung lari supaya lebih cepat sampai rumah.
Kaget dan takut, saat diinformasikan kalau di dalam rumah saya ada orang dengan masalah kejiwaan masuk ke dalam rumah, dan yang bikin saya khawatir lagi ternyata ODMK tersebut membawa senjata tajam, pisau dapur. Tapi, untungnya saat itu ibu dan adik saya tidak ada di dalam rumah, hanya ada bapak yang ternyata sedang berada di dapur.
Tetangga saat itu sudah berkumpul dan bersiap untuk menangkap ODMK tersebut dengan penuh kehati-hatian, namun kamu tau nggak apa yang terjadi sungguh tidak terduga. ODMK tersebut keluar dari rumah bersama dengan bapak saya, sambil dirangkul dan pisau dapur masih berada di tangan ODMK tersebut. Saya lihat sendiri, bapak dengan sangat tenangnya meminta pisau dapur tersebut dan selanjutnya ODMK diberikan uang oleh bapak.
Perlahan akhirnya ODMK menjauh dari rumah dan entah melanjutkan perjalanan kemana lagi. Sejak kejadian itu, kalau bertemu dengan ODMK saya jadi sedikit merasa takut dan trauma.
Ternyata, pengalaman tak mengenakan tersebut terjadi kembali ketika saya duduk di bangku kuliah. Siang itu bersama seorang teman, saya membeli jus buah dengan mengendarai sepeda motor. Karena tidak terlalu ramai dan tempat penjual jus buah tidak terlalu besar, saya memutuskan untuk menunggu dan duduk di sepeda motor. Dari kejauhan saya sudah melihat seorang lelaki muda dengan pakaian yang sedikit kotor berjalan ke arah saya.
Dalam hati saya sudah punya firasat tidak enak, sehingga pandangan saya tidak lepas dari lelaki tersebut.. Buk, lelaki tersebut mengepalkan tangannya dan berniat untuk memukul wajah saya. Beruntungnya saya dalam kondisi sigap sehingga bisa menghindar dan menangkis pukulannya, tapi ternyata ODMK itu mencoba memukul saya untuk kedua kalinya, karena saya menghindar akhirnya sepeda motor saya terjatuh, dan tak lama kemudian beberapa bapak-bapak yang melihat kejadian ini, mencoba untuk membantu saya, sehingga lelaki ODMK tersebut langsung kabur.
Kejadian kali ini bukan hanya mengingatkan saya dengan kejadian waktu kecil saja, tapi juga ada rasa malu. Karena dari sekian banyak orang yang saat itu ada di pinggir jalan, lelaki ODMK itu berlari ke arah saya dan ingin memukul juga.
Setelah beberapa hari dari kejadian tersebut, plot twist nya adalah saya melihat kembali lelaki ODMK yang hendak memukul saya beberapa hari lalu di dekat rumah teman saya. Disinilah saya jadi tahu, apa penyebab dan mengapa lelaki ODMK tersebut hendak memukul saya. Ternyata penyebabnya adalah karena diputuskan oleh kekasihnya yang hendak di nikahinya.
Karena tidak terima di putuskan oleh pacarnya, sang pemuda tersebut jadi stress dan buruknya lagi dia akan mengganggu jika ada perempuan yang melihat dan mendekatinya. Ternyata saya bukanlah korban pertama, dan kenapa lelaki ODMK itu dibiarkan berjalan sendirian di tengah-tengah masyarakat? Pihak keluarga sebelumnya sudah pernah mengobatinya, namun keadaannya tidak semakin membaik hingga pihak keluarga akhirnya menyerah, jadi pria itu memang sering tidak pulang ke rumah.
Pentingnya Peran Keluarga Sembuhkan Masalah Kejiwaan
Gangguan masalah kejiwaan bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anggota keluarga bahkan diri kita sendiri. Karena memiliki pengalaman yang tidak mengenakan orang dengan masalah kejiwaan, saya jadi lebih aware dan menjadi lebih empati.
Karena dibalik penyakitnya ada beberapa gejala dimana orang tersebut sulit untuk membedakan antara kenyataan dan imajinasi. Akhirnya mereka terkadang melakukan beberapa hal di luar kewajaran. Biasanya kita sering melihat mereka berbicara sendiri, berteriak, ketakutan dan ada juga yang menangis tiba-tiba. Bahkan orang yang kesehatan mentalnya terganggu bisa mengamuk yang sifatnya destruktif.
Kondisi ini pula yang akhirnya kerap dijadikan alasan bagi anggota keluarga atau orang terdekat untuk mengasingkan para penderita gangguan jiwa. Persis seperti ODMK yang pernah saya temui, dibalik alasan dia mencoba untuk memukul saya ternyata ada kejadian dibalik penyakitnya dan peran dari keluarganya juga sudah tidak ada.
Jika seperti ini, siapa yang akan bertanggung jawab? Apa ODMK yang tidak sengaja sering kita lihat dan temui di jalan dibiarkan begitu saja.
Namun, ada beberapa keluarga yang akhirnya memilih untuk mengurung bahkan memasung orang yang mengalami gangguan jiwa karena takut akan merugikan orang lain. Kondisi ini sebenarnya merugikan orang yang mengalami gangguan jiwa. Karena seharusnya hak mereka untuk mendapatkan pengobatan dan terapi.
Tapi tak sedikit pula ada keluarga yang akhirnya membiarkan ODMK berkeliaran di jalan, karena sudah capek dan tidak kuat lagi untuk merawatnya.
Padahal ya, peran keluarga sangat penting untuk mendukung kesembuhan orang yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga memiliki dua peran utama, pertama sebagai caregiver (pendamping atau perawat), kedua sebagai edukator bagi masyarakat agar tercipta lingkungan yang mendukung proses penyembuhan.
Sebenarnya jika keluarga yang memiliki anggota keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa, jika mereka mau menerima, mau memberikan pendampingan dengan baik, dan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat, kondisi orang dengan masalah kejiwaan akan cepat membaik.
Rasanya pasti tidak mudah jika salah satu anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa, bisa jadi malah dari keluarganya yang akan mengucilkan dan menjauhinya terlebih dahulu, bahkan ada juga yang langsung menjudge tidak bersyukur, tidak mengingat dan tidak berdoa kepada Tuhan-nya.
Triana Rahmawati, Berjuang Berdayakan Orang Dengan Masalah Kejiwaan
Karena memiliki pengalaman yang tidak mengenakan orang dengan masalah kejiwaan, saya akhirnya mencari tahu dan suka ikut seminar tentang masalah penyakit kejiwaan ini. Apa mereka yang mengalami penyakit gangguan jiwa bisa disembuhkan? Apa mereka bisa hidup normal lagi?
Bukan hanya masalah penyakit kronis, sebenarnya masalah kesehatan jiwa juga sudah menjadi perhatian dunia, bahkan setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Beberapa hari yang lalu, saya juga ikut meramaikan acara ini yang diadakan oleh lembaga kesehatan pemerintah dan tak lupa saya menyebarkan informasi ini melalui media digital yang saya miliki.
Sayang sekali memang kesadaran masyarakat akan kondisi kesehatan mental masih sangat kurang. Menurut data WHO, prevelensi gangguan mental di Indonesia mencapai 9,8% pada tahun 2021, dengan angka depresi mencapai 6,6%. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat di tahun 2024 ini, hal ini juga tidak terlepas dari dampak akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Indonesia dalam konteks kesehatan mental ini adalah stigma sosial, yes masih banyak masyarakat yang menganggap masalah kesehatan mental sebagai hal yang memalukan atau tabu untuk dibicarakan. Bahkan jika ada seseorang yang mengunjungi psikiater, sering dianggap gila. Sehingga hal ini membuat mereka yang mengalami masalah mental enggan untuk mencari bantuan profesional. Selain kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan mental yang memadai di banyak daerah yang sering menjadi kendala besar.
Masalah kesehatan mental paling umum yang sering kita temui adalah stres, depresi dan gangguan kecemasan. Jadi, memang masalah kesehatan jiwa ini tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, kesehatan mental ini menjadi beban ekonomi bagi negara lho!
Sebenarnya, para ODMK ini bukan tidak mampu berbuat sesuatu, bahkan mereka juga bisa berkarya dan berkreasi. Pernah juga saya melihat di media sosial, dimana ada ODMK yang sedang beribadah, itu artinya mereka masih mengingat Tuhan sang Maha Pencipta. Pasti kita sulit untuk mempercayai jika mereka yang mengalami gangguan mental ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Triana Rahmawati Founder dan Fasilitator komunitas Griya Schizofren yang Berkonsentrasi Terhadap Pendampingan dan Perawatan ODMK (Foto : Okezone) |
Hal ini yang dibuktikan oleh Triana Rahmawati, yang bergerak untuk membangun Griya Schizofren pada Oktober 2014 yang diperuntukan bagi ODMK yang membutuhkan pendampingan. Kegigihannya memberikan dampingan pada ODMK, semata-mata untuk memutus stigma negatif masyarakat.
Bagaimana membangun perhatian masyarakat, supaya mereka lebih meningkatkan rasa kepeduliannya kepada ODMK yang diikuti dengan tindakan. Bagaimana caranya stigma negatif pada ODMK bisa dilawan, ibaratnya mengibaratkan mereka untuk menghargai ODMK seperti para penyandang disabilitas yang bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Nah, memang semua ini butuh kerja keras dan waktu yang tidak sebentar, lantas bagaimana perjuangan seorang Tria yang berjuang memperdayakan ODMK ini?
Berawal dari Ejekan Masyarakat Kepada ODMK
Niat mulia Tria ini berawal ketika ia masih duduk di bangku kuliah Universitas Negeri Solo (UNS), dimana saat itu ia memang tinggal di sebuah kos yang lokasinya dekat dengan panti rehabilitasi untuk ODMK.
Mendengar dan melihat orang-orang yang berada di sekitar panti memandang sebelah mata kepada para ODMK, membuat Tria menjadi miris, ia sadar begitu besarnya stigma negatif masyarakat terhadap ODMK. Karena hal ini, Tria akhirnya mulai mecari tahu tentang masalah kejiwaan, dan tentang panti-panti yang ada di Solo, bagaimana orang awam bisa melakukan sesuatu untuk mereka. Ketertarikannya ini juga karena ia belajar sosiologi, jadi memang tidak belajar tentang masalah kejiwaan.
Belajar memperlakukan ODMK sama seperti manusia lainnya, belajar sesuatu hal yang baru bukanlah hal yang mudah, apalagi yang berhubungan dengan mental seseorang. Tria tidak memiliki pengalaman yang cukup, jadi butuh waktu untuk berusaha mengenal ODMK itu dengan tindakan langsung. Jadi, ini tuch buat Tria sama ajah membangun pengalaman bersama untuk mempelajari bagaimana siy kebiasaan mereka, apa yang mereka sukai dan apa yang mereka tidak sukai.
Pendekatannya ya memang harus dimulai dengan memanusiakan mereka, sedikit demi sedikit Tria mulai mempelajari karakter para ODMK, terkadang ia harus menghabiskan waktu untuk berinteraksi dengan mereka agar bisa mengenali secara langsung. Tria menjalankan itu semua dengan senang, dan tidak menganggap para ODMK sebagai beban. Tidak juga berusaha untuk menjadi orang yang paling lebih paham dengan penyakit yang mereka alami.
Dari interaksi yang dilakukan Tria dengan para ODMK secara langsung membantu ia menjadi lebih paham karakter mereka, perlahan ia mulai mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar, kalau ODMK itu tidak berbahaya dan tidak perlu terlalu takut terhadap mereka. Apa yang disampaikan Tria kepada masyarakat sekitar, bukan hanya sekedar kata-kata saja, tapi memang berdasarkan pengalaman pribadi dirinya, dan ternyata para ODMK ini tidak menyakiti dirinya.
Interaksi panjang yang dilakukan Tria bersama dengan ODMK, membuat dirinya berpikir, apa yang bisa dia lakukan untuk mereka? Dan apa yang bisa mereka lakukan untuk masyarakat? Tria yakin setiap manusia lahir untuk berkarya.
Menggagas Komunitas Griya Schizofren Sebagai Komunitas Anak Muda yang Peduli dengan ODMK
Griya Schizofren ini digagas tidak hanya membatasi untuk peduli pada orang-orang dengan skizofrenia saja, tetapi juga masalah kesehatan jiwa pada umumnya dengan pendekatan sosial dan cara-cara yang dilakukan anak muda mulai dari bercerita, berteman, menggambar, bernyanyi dan dibantu juga oleh Komunitas Dongeng Doing Project.
Melalui kegiatan tersebut akhirnya terbesit ide untuk mulai menjual hasil gambar para ODMK dengan cara berkolaborasi dengan para pebisnis souvenir yang mulai ia rintis pada tahun 2015 dan berlabel Givo Souvenir.
Tria mulai melibatkan ODMK yang bisa menggambar yang kemudian dipasarkan melalui media sosial. Ketika mereka tahu bahwa karya yang mereka beli merupakan karya dari ODMK, mereka bukannya kecewa melainkan mulai mencantumkan kisah di balik cerita dari produk souvenir tersebut. Ternyata masyarakat memiliki kebanggaan dengan produk yang dihasilkan oleh para ODMK yang selama ini tertutup dengan stigma negatif.
Hasil dari keuntungan penjualan ini digunakan untuk menunjang kesejahteraan para warganya yang mayoritas ODMK. Meskipun berkecimpung pendampingan ODMK, Griya Schizofren berbeda dengan rumah sakit jiwa. Griya ini lebih fokus kepada orang-orang dengan gangguan jiwa yang terlantar. Mereka dibawa ke panti ini untuk mendapatkan pendampingan dari Tria bersama teman-temannya.
Tria bersama dengan para relawan benar-benar berusaha membangun ODMK dari hati ke hati mulai dari mengajak berbicara, bernyanyi hingga makan bersama. Sampai akhirnya Tria memutuskan untuk membangun brand dengan nama SOLVE singkatan dari Souvenir and Love.
Hingga saat ini SOLVE telah melibatkan lebih dari 130 ODMK yang berada di panti. Mereka memasarkan produk tersebut melalui media sosial dan berbagai E-commerce ternama di Indonesia. Meskipun produk ini dibuat oleh mereka para ODMK, bukan berarti produknya jauh dari bagus. Produk yang dihasilkan ternyata memiliki beberapa keunggulan, seperti harganya yang terjangkau, bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dengan design yang menarik dan tentu saja kualitas terjamin.
Supaya SOLVE ini lebih dikenal oleh masyarakat, Tria mulai mempersiapkan dan membangun campaign melalui story telling lewat media sosial. Selain itu juga Tria mengikuti kompetisi Diplomat Success Challenge dengan harapan SOLVE bisa mendapatkan publikasi tentang kemampuan ODMK dalam berkarya. Melalui kompetisi ini, Tria mulai mendapatkan jaringan dan networking yang membantu bisnis mereka lebih berkembang.
Seperti pertanyaan saya diatas apakah ODMK bisa sembuh?
ODMK Tidak Bisa Seratus Persen Sembuh, Perlu Dukungan Keluarga
Bukan hanya membuktikan kepada masyarakat luas, kalau para ODMK ini juga bisa berkarya dan tidak kalau dengan mereka yang mentalnya sehat.
Kebahagian sudah pasti meliputi Tria dan teman-temannya, karena setelah melakukan pendampingan, Griya ini mengharapkan para ODMK bisa bertemu kembali dengan keluarganya. Meski telah melakukan pendampingan secara terus-menerus, para penyandang skizofrenia memang tidak mudah disembuhkan. Perjuangan ODMK untuk sembuh harus diimbangi dengan rutin meminum obat. Bukan berarti obat yang mereka minum ini bisa menghilangkan gangguan kejiwaan, tapi hanya membantu kondisi mereka tetap stabil.
Selain obat dan pendampingan, peran keluarga sangatlah penting. Itulah mengapa pentingnya kesadaran tentang masalah kejiwaan ini harus terus-menerus digalakkan dan ditingkatkan, bukan hanya peran pemerintah saja, tapi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat diharapkan bisa saling menjaga kesehatan mental satu sama lain. Sebab gangguan jiwa ini bisa di derita oleh siapa saja dan bisa dimulai dengan hal kecil.
Ketika kita sedang mengalami masalah kejiwaan, yang pertama adalah kita tahu harus kemana dan jangan self diagnosis.
Karena kepeduliannya terhadap isu sosial mengantarkan Triana Rahmawati mendapatkan penghargaan sebagai penerima apresiasi dari SATU Indonesia Awards sebagai Pendamping Masalah Kejiwaan yang digagas oleh ASTRA.
Setiap Generasi Memiliki Potensi Untuk Membantu Orang Lain
Salah satu dampak yang dirasakan Tria setelah dikenal luas sebagai peraih SIA adalah banyaknya masyarakat yang meminta bantuan untuk penanganan anak atau saudara mereka yang masuk kategori ODMK baik melalui telepon maupun media sosial. Hal ini menjadikan motivasi Tria menjadi lebih tinggi lagi, bukan hanya ingin mengucapkan "Terima kasih" saja tapi juga ingin berbuat baik lebih banyak lagi.
Apalagi untuk generasi muda sekarang ini agar mereka bisa mengeluarkan semua potensi kebaikan untuk membantu orang lain sedini mungkin. Seperti yang kita ketahui gen z saat ini, kalau dihadapi dengan masalah langsung terkena mental health. Disinilah Tria juga ingin berpesan, jika kita melihat kondisi era digital sekarang ini, orang dengan mudah sekali melakukan bullying, kurang empati dengan orang yang mengalami musibah dan membutuhkan pertolongan.
Menulis kisah inspiratif Triana Rahmawati, membuat saya pribadi untuk menantang diri sendiri untuk mengatasi rasa takut saya tersendiri dengan mereka para ODMK. Selain itu juga ingin mengingatkan dan mengajak teman-teman untuk lebih aware terhadap masalah kesehatan jiwa.
Dari pengalaman Triana ini bisa kita ketahui kalau lingkungan sangat mendukung bagi kesehatan mental kita. Tak terkecuali bagi para ODMK dimana ternyata mereka bisa berkarya dan punya kehidupan sosial. Tria juga mengajarkan kita, bahwa kebahagian itu bukan hanya milik mereka yang sehat jasmani dan mental, tapi kebahagiaan itu juga milik para ODMK.
Semangat untuk semua teman-teman yang memiliki keluarga dengan gangguan jiwa, tetap terus dampingi mereka untuk menjalani rehabilitasi mental.
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah mampir di Blog saya, semoga bermanfaat.
Tunggu kunjungan balik saya di Blog kalian.
Salam hangat