Tantangan Penyakit TBC di Indonesia, Berikut 4 Langkah Pencegahan Penularan TBC

Halo teman-teman apa kabarnya?

Mendengar kata Tuberkulosis (TBC), kebanyakan orang pasti akan ketakutan bahkan ada yang menghindar, mengingat penularan penyakit ini sangat mudah dan dapat menyebabkan kematian bila tidak diobati dengan tuntas. Makanya nggak heran, sering kali pasien TBC dikucilkan dan dijauhi bahkan oleh keluarganya sendiri.

Tantangan penyakit TBC di Indonesia bukan hanya menjadi perhatian pemerintah saja, tapi seluruh lapisan masyarakat, karena Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban TB tertinggi. Oleh karena itu 4 langkah pencegahan penularan TBC perlu diketahui oleh masyarakat luas.


24 Maret Hari TB Sedunia

Hal ini pun pernah saya rasakan ketika saya masih duduk di bangku SD. Salah satu teman bermain saya terkena penyakit TBC, karena belum tahu banyak tentang penyakit ini, sesuai dengan anjuran Ibu, saya sedikit menjaga jarak ketika berbicara dengan teman saya ini. Meskipun demikian, lantas saya tidak menjauhinya, meskipun rasa takut tertular olehnya tetap menghantui.

Untung saja, penyakit TBC teman saya ini belum terlalu parah dan orangtuanya mengobati teman saya ini dengan cekatan hingga akhirnya dinyatakan sembuh. 

Faktanya, penyakit TBC ini disebabkan oleh kuman Mycobaterium tuberculosis yang dapat disembuhkan selama rutin dan tekun menjalani pengobatan sampai tuntas. Perlu digaris bawahi, bahwa penyakit TBC ini menurut data Laporan TB Global Report tahun 2017, ada satu juta lebih kasus TBC. 

Jadi bukan zamanya penderita TBC kita kucilkan, tapi setidaknya kita tetap berhati-hati agar memperkecil kemungkinan tertularnya penyakit ini. Sebaliknya, mengucilkan pasien TBC akan berdampak negatif baik perkembangan psikologisnya, terutama bagi mereka pasien TBC anak-anak.

Penyakit TBC ini identik dengan masyarakat yang kurang mampu, padahal kenyataan yang ada banyak tokoh-tokoh hebat di dunia yang menderita penyakit TBC, seperti Bapak Habibie dengan TB Tulang yang menjalani perawatannya di Sanatorium di daerah perbatasan Jerman-Austria selama satu tahun. Ada juga penyair Chairil Anwar yang meninggal dunia karena Tuberkulosis.


Jendral Sudirman Berjuang Melawan Penjajah
dan TB dalam Tubuhnya
Hal serupa juga terjadi kepada Jendral Sudirman yang harus berjuang melawan penjajah sekaligus TB dalam tubuhnya. Hal ini menandakan bahwa siapa saja bisa berpotensi penyakit TB, terutama usia produktif 15-50 tahun.

Mengingat TB termasuk salah satu penyakit terbesar di dunia yang dapat menyebabkan kematian, dan di Indonesia sendiri pada tahun 2016 terjadi peningkatan. Now, saaatnya kita lebih mengetahui bagaiman proses penularan dan pencegahan penyakit TBC ini.

Informasi ini, saya dapatkan ketika menghadiri undangan workshop Blogger "Peduli TBC Indonesia sehat" dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis (TBC) sedunia tahun 2018. Bertempat di Gedung Prof. Dr. Suyudi Kemenkes RI Kuningan Jakarta Selatan, pada hari senin, tanggal 19 Maret 2018.


Blogger Workshop Peduli TBC Indonesia Sehat
Hadir sebagai pembicara pertama Dr. Anung Sugihantono, M.Kes, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI. Pembahasan yang diangakt oleh Bapak Anung pada hari itu adalah "situasi terkini program penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia"

Jika penderita TBC tidak diobati, maka akan bertambah parah dan dapat menyebabkan kematian, penularan TBC sendiri berdasarkan survey dengan rasio 6 lelaki : 4 perempuan dan merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal oleh manusia.

Ada beberapa gejala dari TBC, yakni :
- Batuk berdahak (berdahak maupun tidak)
- Demam meriang
- Berkeringat tanpa sebab
- Nafsu makan berkurang
- Berat badan berkurang
- Nyeri dada

Jika ada saudara, tetangga yang batuk terus menerus ditambah dengan adanya gejala lain diatas, lebih baik segera lakukan periksa TBC ke puskesmas terdekat!!

Untuk pemeriksaan TBC biasanya dilakukan pemeriksaan Mikroskopis yang telah digunakan lebih dari 120 tahun, yang memerlukan waktu 2 hari dengan 2 spesimen dahak. Selain itu ada juga pemeriksaan Tes Cepat Molekuler, yang digunakan sejak tahun 2012, hanya memerlukan waktu 90 menit dan juga dapat dinilai resistensi obat rifampisin. pemeriksaan lainnya bisa dengan cara Kultur dan Rotgen.

Jika sudah melakukan pemeriksaan, lakukanlah langkah pengobatan selanjutnya sampai tuntas. Bagi pengobatan TBC sensitif Obat dilakukan selama 6-8 bulan, yang terbagi menjadi 2 tahap :
1. Tahap awal, setiap hari 2-3 bulan
2. Tahap lanjutan, 3 kali seminggu selama 4-5 bulan

Tahukah kalian, jika pengobatan yang dilakukan tidak sampai sembuh atau tuntas, maka akan menyebabkan Resistan. Apakah hal ini berbahaya? Iya, tentu saja

1. Penyakit tidak sembuh dan tetap menularkan ke orang lain
2. Penyakit bertambah parah dan bisa berakibat kematian
3. Obat anti TBC (OAT) biasa tidak dapat membunuh kuman, sehingga pasien tidak akan bisa dosembuhkan
4. Pengobatan lebih lama yaitu sekitar 2 tahun
5. Biaya pengobatan bisa mencapai 200 kali lipat

Mengingat bahaya yang ditimbulkan, alangkah baiknya bagi penderita TBC lebih aware dan melakukan pengobatan sampai tuntas, hal ini tentu saja untuk kebaikan si pasien dan lingkungan sekitar agar tidak ada orang lain yang tertular olehnya.


4 Langkah Penceghan Penularan TBC

Penularan TBC paling umum terjadi melalui udara, ketika penderita TBC batuk, bersin, atau berbicara dengan percikan ludah, nantinya bakteri ini akan ikut melalui ludah tersebut dan terbang bersama udara. Perlu digaris bawahi bahwa penyakit TBC ini tidak akan menular melalui kontak fisik, seperti berjabat tangan atau menyentuh peralatan pribadi milik penderita TBC.

Namun, penularan TBC tidak semudah yang dibayangkan. Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung bakteri TBC dapat langsung tertular. Karena bakteri yang berada di udara bisa berjam-jam sebelum akhirnya terhirup oleh orang lain. Ketika bakreti tersebut terhirup oleh orang yang memiliki imun kuat, maka bakteri yang masuk tersebut akan terbunuh. 

Sedangkan orang-orang yang sering bertemu atau berdiam diri di tempat yang sama dengan penderita, seperti keluarga, teman sekantor atau teman sekolah maka akan berisiko tinggi tertular penyakit TBC ini. Noted ya guys!

Oleh karena itu tantangan penyakit TBC ini, dapat dilakukan dengan 4 langkah pencegahan sebagai berikut :

  • Pasien TBC minum OAT secara teratur dan lengkap sampai sembuh
  • Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk
  • Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup
  • Menjalankan perilaku hidup sehat, antara lain : menjemur alat tidur, membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk, makan makanan bergizi, tidak merokok dan minum minuman keras dan olehraga secara teratur.

Bagi mereka penderita TBC sebaiknya juga harus mengetahui etikanya, yaitu :
- Menggunakan masker
- Menutup hidung dan mulut dengan menggunakan lengan
- Menutup hidung dan mulut dengan menggunakan tisu atau saputangan
- Segera buang tisu yang sudah dipakai
- Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir


Lantas, apakah Tuberkulosis di Indonesia bisa dieliminasi? Tentu saja bisa, dengan menerapkan program Indonesia sehat dan pendekatan keluarga, eliminasi TB akan lebih efektif, masyarakat bisa lebih sadar dan termotivasi untuk menerapkan pola hidup sehat.

Bisakah Angka TB di Indonesia dieliminasi?

Sejuta orang di Indonesia menderita penyakit TB, namun hanya sekitar 400 ribu kasus saja yang baru tercatat. Apakah angka tersebut dapat dieliminasi? Mengenai penjelasan hal ini, disampaikan oleh dr. Pandu Riono, komite Ahli Penanggulangan Tuberkulosis.



Penderita TB di Indonesia yang paling banyak berada di pulau Jawa. Dimana orang yang terinfeksi TB, 10% diantaranya menjadi TB aktif. Oleh karena itu, masyarakat luas perlu mengetahui bahwa penderita TB berpotensi untuk menularkan 15 orang lain dala  satu tahun. Ngeri juga ya guys!! 

So, kita harus jeli dan lebih peduli terhadap pasien penyakit TBC, jika kita menemukannya maka langkah kita adalah melakukan TOSS TB, yaitu Temukan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis, ini dalam rangka bersatu menuju Indonesia BEBAS TB 2050. Aamin


TOSS TB
Ternyata TB ini bukan hanya urusan kesehatan saja, hal ini juga memiliki efek samping yang lain ke arah kesejahteraan, malu untuk melakukan pengobatan dan stigma TB itu adalah penyakit orang miskin, pendidikan menjadi terganggu, bahkan hubungan suami istri juga ikut berdampak.

Pada kesempatan ini ini juga kita mendengarkan sesi curhat mantan penderita TBC, dimana mantan penderita TB ini mengatakan TB sensitif obat yang menjalani pengobatan selama 21 bulan, hingga akhirnya ia dinyatakan sembuh.


Kisah Pasien TBC yang Berhasil Sembuh

Pak Edi Junaedi, 44 tahun yang divonis TB pada tahun 1997, seketika itu mimpi-mimpi menjadi runtuh, mulai dari promosi pekerjaan, dijauhkan oleh keluarga pula. Beliau menjalani pengobatan selama 21 bulan, ketika menjalani masa pengobatan ini ia merasa tearsing, alat makan juga ditandai, setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan, ia dinyatakan sembuh.


Bapak Edi Junaedi Mantan Penderita TB
Namun, pada tahun 2016 istrinya meninggal, kehidupan Pak Edi kembali terpuruk dengan dunia malam, Beliau menjadi aktif merokok dan menjalankan pola hidup tidak sehat, bahkan dalam satu hari beliau bisa menghabiskan 3 bungkus rokok. Akhirnya beliau kembali terkena TB dan menjadi resisten obat.

Pada tahun 2014, kondisi Pak Edi kembali terpuruk, dan hanya menjalani pengobatan sekedarnya saja. Hingga akhirnya pada September 2015 ia dinyatakan sensitif TB MDR (multi drug resistence) dan melakukan pengobatan di RSUP Persahabatan selama 21 bulan. 

Karena sensitif TB MDR, pengobatan yang dilakukan Pak Edi kali ini harus mengkonsumsi 13 obat dalam sehari dan menjalini suntik selama 8 bulan dan semua pengobatan tersebut harus beliau lakukan tanpa terputus. Karena harus mengalami pengobatan yang cukup lama, tentu saja materi menjadi terkurang, sering berhalusinasi karena efek dari obat yang dikonsumsinya tersebut.

Pernah suatu hari Pak Junaedi berhalusinasi meletakan sebilah pisau di perutnya, untung saja ada kerabat yang masih mau menolongnya hingga nyawanya masih terselamatkan. Karena efek samping yang dirasakan dan lamanya waktu pengobatan maka tak heran banyak pasien TBC yang putus asa dengan proses pengobatannya.

Maka disinilah peran keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting untuk saling mendukung jika ada pasien TB dalam keluarga. Seperti halnya yang dilakukan oleh Pak Edi, selama pengobatan, 2 orang anaknya diasuh oleh saudara terdekatnya dan beliau selalu menggunakan master selama pengobatan.

Syukurlah pada bulan Juni 2017 pak Edi dinyatakan sembuh dan bahkan saat ini beliau aktif bergabung di PETA (pejuang tangguh TB Jakarta). Mereka hadir untuk mendampingi dan memberikan support kepada pasien TB yang sedang menjalani pengobatan.

Salut luar biasa sama Bapak Edi, yang berkali-kali menderita TB, ditinggal oleh orang tercinta, dikucilkan oleh keluarga, tidak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, namun beliau tetap bersemangat untuk melakukan pengobatan sampai tuntas dan sembuh.

Semoga dengan tulisan ini, bermanfaat dan semakin banyak masyarakat yang lebih mengerti untuk mencegah dan mengobati penyakit TB. Mari kita dukung pasien TB untuk sembuh dan yakin Indonesia akan bebas TB pada tahun 2050.


All Narasumber, Panitia dan Blogger Berfoto Bersama


Tidak ada komentar

Terima kasih sudah mampir di Blog saya, semoga bermanfaat.
Tunggu kunjungan balik saya di Blog kalian.

Salam hangat